Pernahkah kamu menyesal setelah memarahi anak? Pengalaman seperti ini umumnya terjadi pada para ibu muda. Meski tidak menutup kemungkinan, kamu masih merasakan hal semacam itu pada anak kedua atau berikutnya.
Menyesal setelah memarahi anak memiliki fakta psikologis yang sebaiknya diketahui oleh para ibu. Hal ini berkaitan dengan bagaimana relasi ibu dengan anak, dan relasi ibu dengan diri sendiri.
Oleh karena itu, simak 7 penjelasan psikologi berikut untuk mengetahui informasi penting seputar pengalaman ini.
1. Apakah menyesal setelah memarahi anak adalah perasaan yang wajar?
Jawabannya adalah ya. Sebagai orang tua ada kalanya tidak dapat menahan emosi bila anak rewel, susah makan, atau melakukan tindakan yang akhirnya membuat orang tua marah.
Merasa menyesal setelah memarahi anak adalah tanda bahwa terjadi proses pencernaan emosi dalam diri orang tua.
2. Jangan berlarut-larut dalam perasaan menyesal tersebut
Sarah Ockwell-Smith, ahli dari Gentle Parenting menguraikan dalam bukunya “The Gentle Discipline Book”, para orang tua disarankan tidak berlarut-larut dalam pikiran menyesal. Perasaan tersebut sebaiknya segera disikapi dengan sehat.
3. Hal bisa dilakukan orang tua saat merasa menyesal setelah memarahi anak?
Cobalah menerima fakta peristiwa yang baru terjadi. Maafkan diri sendiri karena telah memarahi anak. Lalu, lanjutkan aktivitas seperti biasa.
4. Mengapa orang tua merasa menyesal setelah memarahi anak?
Hal tersebut terjadi karena orang tua menyadari bahwa mungkin si anak akan menganggap orang tuanya menakutkan. Suasana tegang dan berjarak antara orang tua dan anak mungkin menghantui pikiran. Akhirnya orang tua, mungkin merasa takut bahwa anak akan salah paham dan justru menjauh.
5. Dampak apa saja yang dialami anak setelah dimarahi?
- Anak bisa berkembang menjadi kurang percaya diri karena perasaan takut salah dalam dirinya.
- Anak mungkin akan memilih diam di tengah keluarga karena tidak ingin melihat orang tuanya kembali marah.
- Anak mungkin tumbuh dengan sifat keras kepala dan egois sebagai mekanisme bertahan diri karena ingin melindungi diri sendiri, bebas dari omelan orang tua.
- Anak bisa saja menjadi enggan menerima masukan dari orang lain di sekitarnya.
- Anak memiliki sifat tertutup atau justru menantang terkait hal-hal yang tidak disukai orang tua. Misalnya, saat dimarahi karena nilai buruk dalam ujian, anak akhirnya menutupi semua nilai ujiannya. Atau justru sengaja semakin membuat nilainya anjlok.
- Anak bisa stres, terutama jika sifat anak lemah lembut. Orang tua tidak pernah bisa tepat memprediksi bagaimana anak akan merespon saat dimarahi. Anak yang berkepribadian lemah lembut dan pendiam mungkin akan larut dalam kesedihan dan menyimpannya sendiri.
- Anak dapat meniru perilaku orang tua sebab pada masa pertumbuhan ini anak banyak meresepsi hal yang ditemui di lingkungan.
- Anak tumbuh kurang inisiatif dan peka terhadap situasi di sekitarnya. Sebenarnya ini berawal dari rasa takut yang akhirnya menumpulkan kepekaan anak.
6. Hal yang perlu dilakukan orang tua pada anak setelah memarahinya?
Sebaiknya orang tua segera meminta maaf dan menjelaskan dengan sederhana apa alasannya marah. Lakukan dialog dengan anak dengan suasana yang membuatnya nyaman.
7. Bagaimana kata-kata menyesal setelah memarahi anak yang tepat disampaikan?
Gunakan kalimat yang menenangkan dan menunjukkan bahwa kamu menyayangi dan peduli pada buah hati. Misalnya, “Sayang, maafkan Bunda tadi marah karena…” atau “Kakak, Bunda minta maaf ya sudah bentak kakak tadi.”
Menyesal setelah memarahi anak tidak perlu menjadi momok bagi orang tua. Perasaan tersebut justru menunjukkan bahwa orang tua adalah manusia biasa yang perlu belajar cara memenuhi kebutuhan anak dengan lebih tepat dan bijak.